Jumat, 28 November 2014

RESUME BUKU “PENDIDIKAN NILAI MEMASUKI TAHUN 2000”

Identitas Buku 
 
Judul buku: Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 
Karya: M. Sastrapratedja 
Penyunting: EM. K. Kaswardi 
Kata pengantar: A. Sewaka SJ 
Design Cover: Kunta Rahardjo 
Tebal halaman: 198 halaman 
Penerbit: PT Grasindo 
Jl. Palmerah Selatan 22-28, Jakarta 10270




Perubahan kondisi sosial ekonomi yang dipacu oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat, membawa serta perubahan-perubahan dalam cara berfikir, cara menilai, cara menghargai hidup dan kenyataan. Ini semua membawa kekaburan nilai yang ada dan kekaburan dimensi nilai yang sebenarnya selalu ada dalam proses perkembangan dan perubahan masyarakat, serta dalam pribadi sendiri. Suatu nilai menjadi pegangan seseorang, suatu norma, prinsip hidup seseorang. Nilai yang dipilih secara bebas akan diinternalisasi, dipelihara dan menjadi pegangan hidup seseorang. Memilih secara bebas berarti bebas dari tekanan apapun, baik tekanan yang jelas maupun yang terselubung dari orang-orang yang dicintainya. Nilai-nilai yang ditanamkan pada masa kecil bukanlah merupakan suatu nilai yang penuh bagi seseorang. Situasi tempat atau lingkungan, hukum dan peraturan dalam masyarakat, bisa memaksakan suatu nilai pada seseorang, yang sebenarnya tidak disukainya pada taraf semuanya itu bukan merupakan nilai orang tersebut.
Dalam GBHN secara jelas ditegaskan bahwa hakekat pembangunan nasional kita adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan nasional itu bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, materiil dan spiritual berdasarkan pancasila. Penegasan ini menunjukan kesadaran pemerintah dan masyarakat bahwa segala usaha pembangunan haruslah mengutamakan manusia. Maka, perumusan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya itu terus menerus perlu digali maknanya. Sebab, pada dirinya sendiri, rumusan itu masih dapat secara kreatif ditafsirkan dan dipahami agar kekayaan isinya semakin kelihatan.
Penjelasan arti pembangunan manusia Indonesia seutuhnya semakin penting, bila yang akan membicarakan itu adalah kita, yang ingin melibatkan diri dalam pendidikan. Sebab, kiranya tidaklah berlebihan kalau kita katakana bahwa pendidikan merupakan bidang yang amat penting dalam keseluruhan usaha pembangunan manusia. Pembangunan manusia hanya bisa berhasil baik apabila pendidikan juga berhasil baik.
Jika berbicara mengenai pendidikan dan pembangunan manusia, mau tidak mau harus berbicara juga tentang nilai-nilai kemanusiaan. Membangun terutama berarti memperbaiki atau menyempurnakan. Maka, pembangunan manusia terutama berarti memperbaiki atau menyempurnakan manusia. Dalam praktek, hal itu mengandaikan bahwa pendidik dan anak didik bekerjasama untuk menumbuhkan serta mengembangkan kemampuan anak didik itu dalam menghayati dan mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan.
Sekolah sebagai salah satu lembaga yang menangani pendidikan, bertugas mengembankan dan menumbuhkan kemampuan-kemampuan rohani manusia, menumbuhkan daya penilaian yang benar, meneruskan warisan budaya manusia dan menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai. Disamping tugas pokoknya mempersiapkan anak didik (atau istilah sekarang peserta didik), untuk penghidupan atau mata pencaharian kelak.
Keprihatinan dari Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) adalah: bagaimana kita dapat menyiapkan atau mendidik pribadi-pribadi yang tanggap dan siap untuk menghadapi masa mendatang. MNPK menyadadari bahwa perlu ditumbuhkan terus-menerus pada peserta didik, kesadaran nilai-nilai yang mandiri dalam situasi yang terus-menerus berubah dengan cepat. Kemandirian ini terutama dalam kesadaran penghayatan dan pengamalan nilai-nilai tersebut.
Pelbagai nilai-nilai yang dalam situasi dewasa ini dirasakan sangat perlu ditekankan menurut MNPK, antara lain iman dan kasih, keadilan dan kepekaan pada golongan lemah dan kurang mampu, tanggung jawab pada kepentingan umum, hormat kepada sesame kejujuran dan kelugasan (berani berkata yang benar), solidaritas dan keterlibatan sosial, karena kesatuan kekeluargaan, kreativitas, rasionalistis, ketekunan dan ketertiban.
Nilai-nilai diatas dianggap penting ditumbuhkan, oleh karena situasi baru yang telah digambarkan dalam masyarakat kita, disamping mempunyai pengaruh-pengaruh positif seperti kemakmuran dan kemudahan-kemudahan yang semakin bertambah, juga ada pengaruh lain seperti materialism, individualism, sekuralisme dan lain-lain.
Nilai mengandaikan arti yang tepat dan konkrit dari konteks sosial tertentu. Sejauh arti tersebut berkaitan dengan keadaan konkrit yang dialami orang, tentu saja ia langsung nampak. Tetapi kerap kali keadaan sendiri “tidak jelas”. Dengan kata lain, orang tidak selau sadar bahwa pada keadaan tertentu berlaku nilai-nilai tertentu pula. Karena itu pendidikan nilai juga berarti menolong menemukan nilai yang sedang berlaku pada keadaan tertentu, atau menunjukan hubungan antara nilai dengan keadaan konkrit.
Dilain pihak, penilaian terhadap keadaan yang tidak biasa umumnya dilakukan dalam konteks yang lebih luas, yang menyangkut perangkat nilai-nilai yang lebih banyak. Akibatnya, kita harus menempatkan kembali keadaan semacam itu dalam konteksnya, sebelum kita dapat menilainya satu persatu secara tepat. Dalam arti ini, pendidikan nilai memerlukan pemahaman secara luas mengenai konteks sosial dunia kita. Dalam pendidikan nilai yang baik, kita harus mampu menata visi keadaan yang bermacam-macam , dimana orang menghayati nilai, dalam suatu visi yang menyeluruh mengenai kenyataan, dimana berbagai keadaan tersebut mempunyai tempat masing-masing.
Dari semua itu dapat disimpulkan bahwa sekolah membutuhkan “pengarah”, yang dapat membantu membentuk visi yang menyeluruh mengenai hidup, menata secara tepat nilai-nilai yang tercangkup dalam situasi yang pada saat tertentu paling bermakna bagi pendidikan nilai.
Perlu ditambahkan bahwa pemilihan nilai yang akan “ditonjolkan” dalam pendidikan sangat mungkin tergantung dari kerja sama antara lembaga dan orang-orang yang mampu menafsirkan dan menilai konteks sosial saat itu.
System pendidikan berlakunya kira-kira seperti manusia. Apabila membutuhkan acuan pada pandangan yang lebih luas, menyeluruh, yang memungkinkan system itu berjalan, maka system itu akan mencari dukungan dan tuntunan dari system lain, sama seperti manusia. Usaha pencarian seperti itu secara sungguh-sungguh dan terbuka sangat penting, begitu pula menyadari ketergantungan kepada pengarah lain, dengan tetap bersikap kritis terhadap mereka. Hal itu memungkinkan kita, antara lain untuk membedakan otoritas yang mendukung kebutuhan dan tuntunan sekolah yang tidak mendukung.
Kedudukan guru adalah kedudukan profesi. Dan tentu saja setiap guru diharapkan menjadi guru yang professional. Keprofesionalan bukan hanya dibuktikan oleh pemilikan SIM (Surat Izin Mengajar) dalam bentuk ijazah dari lembaga seperti SPG/IKIP/FKIP saja. Ada sejumlah tuntunan yang harus terpenuhi oleh seorang guru professional itu, yaitu sejumlah kompetensi yang bisa diringkaskan menjadi kompetensi pribadi, kompetensi professional, dan kompetensi kemasyarakatan.
Dari segi professional itu guru misalnya dituntut untuk mempunyai apa yang sekarang disebut wawasan kependidikan guru (WKG). Didalam WKG tercakup pemahaman tentang hakikat manusia dan masyarakat, hakikat siswa sebagai subyek didik, hakikat guru sebagai pendidik, hakikat belajar mengajar.
Dalam tugas pokoknya yang mengajar itulah seorang guru menyusun program pengajarannya. Dia harus mampu secara cermat merumuskan tujuan, sasaran, atau hasil yang hendak dicapai melalui proses pengajaran. Sasaran atau hasil dari proses pengajaran inilah yang dalam dunia pengajran disebut dengan hasil pengajaran atau instructional effects. Hasil atau efek pengajaran ini relative mudah dilihat dan dievaluasikan serta dikontrol. Karena didalam program ini tergantung komponen-komponen tujuan, bahan, metode, alat, dan kegiatan serta evaluasi (tes), maka manakala efek atau hasil pengajaran tidak tercapai, guru segera bisa menelusuri komponen mana yang kurang pas, komponen mana yang perlu disempurnakan, dan seterusnya, bahkan semua itu bisa merupakan umpan balik (feedback) bagi guru itu sendiri.